“Anak-anak, Miss punya pertanyaan terakhir. Ada satu stiker untuk anak bisa menjawab. Pertanyaannya: Anak siapa yang bisa lompat tapi tidak bisa jalan?” tanya Miss Icha. Kelas yang tadinya ribut menjadi hening. Semua anak tampak berpikir.

  Beberapa saat kemudian, “tidak tahu, Miss. Apa jawabannya?” seru anak-anak ramai.

     “Jawabannya adalah anak si katak.” Jawab Miss Icha yang kemudian disambut tawa semua anak. Tidak lama setelah itu bel tanda istirahat berbunyi. “Sayang sekali tidak ada yang bisa menjawab. Baiklah kalau begitu, selamat beristirahat,” kata Miss Icha sambil berjalan ke luar kelas.

     “Hai Nico. Aku makan di sini ya,” kata Ody kemudian duduk di samping Nico.

     “Boleh. Oiya Ody, kelihatannya tadi kamu tahu jawabannya. Kok kamu tidak menjawab?” Tanya Nico.

     “Iya, tapi aku tidak berani angkat tangan untuk menjawab. Rasanya deg-degan,” jawab Ody.

     “Wah sayang sekali. Padahal kan stikernya tadi bagus,” kata Nico sambil menggigit rotinya.

     “Iya nih, aku jadi menyesal,” kata Ody.

     “Ya sudah tidak apa-apa, lain kali kalau kamu tahu jawabannya, angkat tangan saja lalu jawab.”  Kata Nico.

     “Hai Ody, Hai Nico, ikutan dong makan sama-sama,” sapa Angel. “Eh Nico, Ody, kalian tahu ‘kan Dion kelas 2A? Kata teman-teman, dia itu anak yang berani. Setiap ada guru bicara, pasti dia menjawab,” kata Angel.

     “Wah hebat dong, berbeda denganku yang selalu ketakutan,” kata Ody.

     “Tapi jawaban Dion itu tidak ada hubungannya dengan pelajaran. Apa yang dikatakan guru, malah dijadikan bahan bercanda sehingga semua anak tertawa,” cerita Angel.

     “Loh? Jadi dia bukannya menjawab pertanyaan malah bercanda? Wah, kalau menurutku sih itu namanya berani yang salah,” sahut Nico. “Itu pasti akan mengganggu guru yang mengajar dan teman-teman yang mau belajar.”

     “Berani yang salah? Maksudnya?” Tanya Ody penasaran.

     Nico menjawab, “artinya kamu berani untuk melakukan hal yang tidak baik. Kalau berani membantah nasihat orang tua, itu namanya berani yang salah. Kalau berani mengungkapkan pendapat saat diskusi itu baru disebut anak yang berani, berani yang benar.”

     “Jadi kalau berani berkelahi dengan teman itu berani yang salah ya?” Tanya Angel.

     “Iya, ya. Berkelahi ‘kan hal yang tidak baik,” kata Ody. “Kalau main-main dengan gunting atau benda tajam sembarangan juga rasanya tidak bisa dikatakan anak yang berani ya, Nico? Gunting dan benda tajam ‘kan bukan mainan, malah bisa membuat kita celaka,” kata Ody.

     “Betul begitu. Kalau mau dikatakan berani itu, misalnya berani tidur di kamar sendiri, tidak lagi sama mama dan papa haha,” kata Nico sambil tertawa.

     “Iya nih, aku mau jadi anak berani yang benar. Mulai hari ini aku akan belajar untuk tidur di kamar sendiri dan mematikan lampu sebelum tidur,” kata Angel.

     “Aku juga mau belajar berani bicara di kelas kalau guru bertanya atau meminta untuk maju ke depan,” kata Ody bersemangat.

     “Ayo kita jadi anak-anak yang berani, berani melakukan hal yang benar. Berani juga menolak kalau ada yang ajak kita berbuat nakal,” kata Nico menyemangati.

     Tidak lama kemudian, bel tanda istirahat usai pun berbunyi. Angel dan Ody kembali ke tempat duduknya dengan tekad yang baru, yaitu menjadi ANAK YANG BERANI.