Pernahkah kita berada di dalam situasi, di mana terdapat orang yang membutuhkan pertolongan namun tidak ada satu pun yang mau menolong? Dalam situasi tersebut, respons manusia terhadap kejadian di sekitarnya dapat sangat bervariasi. 

Dalam hal ini, terdapat dua konsep psikologis yang sering menjadi perhatian yaitu bystander effect dan good samaritan effect. Kedua fenomena ini menggambarkan bagaimana individu dapat bereaksi secara berbeda terhadap kebutuhan orang lain dalam situasi tertentu.

Apa Itu Bystander Effect?

Bystander effect adalah fenomena di mana individu cenderung tidak memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan ketika ada orang lain yang juga menjadi saksi kejadian (Darley & Latané, 1968). 

Semakin banyak orang yang hadir, semakin kecil kemungkinan seseorang akan bertindak karena adanya difusi tanggung jawab. Konsep ini pertama kali dipopulerkan oleh penelitian John Darley dan Bibb Latané pada tahun 1960-an setelah kasus pembunuhan Kitty Genovese, di mana banyak saksi mata tidak bertindak untuk menolong korban.

Pada 13 Maret 1964, Kitty Genovese, yang saat itu berusia 28 tahun, diserang dan dibunuh secara brutal oleh seorang pria bernama Winston Moseley di lingkungan Kew Gardens, Queens, New York. Pembunuhan itu berlangsung selama sekitar 30 menit, dan laporan awal dari media menyatakan bahwa 38 orang menyaksikan serangan tersebut, tetapi tidak ada yang bertindak untuk membantu atau menghubungi polisi.

Penyebab Utama Bystander Effect berdasarkan Latané & Darley (1968):

  1. Difusi tanggung jawab: Ketika banyak orang hadir, individu merasa tanggung jawab untuk bertindak terbagi di antara semua orang. Sehingga, mereka cenderung tidak bertindak apa-apa. Adanya pemikiran seperti, “Sepertinya saya tidak perlu menolong karena pasti akan ada orang lain yang menolong” merupakan indikasi adanya difusi tanggung jawab.
  2. Ketidakpastian situasi: Orang sering ragu apakah situasi benar-benar membutuhkan intervensi. Setelah melihat orang lain tidak ada yang menolong, keinginan untuk menolong akan diragukan karena akan muncul pertanyaan diri bahwa aksi menolong saya bisa saja salah karena sampai saat ini tidak ada orang lain yang menolong.
  3. Ketakutan terhadap evaluasi sosial: Kekhawatiran akan pendapat orang lain jika tindakan mereka dianggap salah. Adanya pemikiran, “Kalau saya berani menolong, orang lain akan menilai saya buruk” merupakan indikasi ketakutan diri orang tersebut dan pada akhirnya lebih baik memilih untuk diam dan tidak melakukan apa-apa.

Apa Itu Good Samaritan Effect?

Sebaliknya, good samaritan effect merujuk pada situasi di mana individu dengan sukarela membantu orang lain yang sedang membutuhkan, bahkan jika tindakan tersebut melibatkan risiko atau pengorbanan pribadi (Darley & Batson, 1973).  

Istilah ini berasal dari cerita Alkitab tentang Orang Samaria yang Murah Hati (Lukas 10:25-37), yang menolong seorang korban meskipun orang lain sebelumnya telah mengabaikannya.

Faktor Pendorong Good Samaritan Effect berdasarkan Darley & Batson (1973)

  1. Empati: Kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain dan dorongan untuk meringankan penderitaan mereka.
  2. Nilai diri yang positif: Adanya keyakinan bahwa membantu adalah hal yang benar untuk dilakukan.
  3. Kepribadian altruistik: Individu dengan kecenderungan alami untuk peduli dan membantu orang lain.

Contoh dari good samaritan effect adalah seseorang yang berhenti di tengah jalan untuk membantu pengendara yang mengalami kecelakaan, meskipun mereka sendiri sedang terburu-buru.

Bagaimana Meminimalkan Bystander Effect dan Meningkatkan Good Samaritan Effect?

Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi bystander effect dan mendorong lebih banyak individu menjadi good samaritan:

  1. Meningkatkan kesadaran: Edukasi tentang bystander effect dapat membuat orang lebih sadar akan fenomena ini dan lebih mungkin untuk secara sadar bertindak menolong ketika orang lain membutuhkan.
  2. Menyasar individu tertentu: Jika Anda membutuhkan bantuan, arahkan permintaan langsung ke seseorang yang spesifik (“Anda, tolong bantu saya!”).
  3. Menciptakan budaya empati: Promosikan norma sosial yang menekankan pentingnya saling membantu.

Penutup

Bystander effect dan good samaritan effect menggambarkan dua sisi dari spektrum respons manusia terhadap situasi yang membutuhkan bantuan. Dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi kedua fenomena ini, kita dapat mendorong lebih banyak individu untuk beralih dari pasif menjadi aktif, menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan responsif terhadap kebutuhan sesama. 

Ayo kita menjadi salah satu dari orang Samaria yang murah hati!

Tidak melakukan apa-apa karena tidak tahu adalah lebih baik daripada memilih untuk tidak berbuat apa-apa padahal mengetahui apa yang seharusnya dilakukan.

-Unknown Author-

Penulis: Indra Tanuwijaya, M.Psi, Psikolog (Psikolog Jenjang SMP-SLTA BPK PENABUR Jakarta)

Daftar Pustaka dan Referensi:

Darley, J. M., & Latané, B. (1968). Bystander intervention in emergencies: Diffusion of responsibility. Journal of Personality and Social Psychology, 8(4), 377–383.

Darley, J. M., & Batson, C. D. (1973). “From Jerusalem to Jericho”: A study of situational and dispositional variables in helping behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 27(1), 100–108. https://doi.org/10.1037/h0034449

Latané, B., & Darley, J. M. (1968). Group inhibition of bystander intervention in emergencies. Journal of Personality and Social Psychology, 10(3), 215–221.

Baca artikel lainnya…

Ikuti akun instagram kami untuk mendapatkan info-info terkini. Klik disini!