Apa itu Kecanduan?

Pak, anak saya tidak bisa lepas dari ponselnya. Sepertinya anak saya kecanduan gadget deh..” 

Situasi tersebut mungkin sering kita dengar. Namun sebelum kita berpikir bagaimana mencari solusi terkait dengan, permasalahan di atas, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu kecanduan. 

Berdasarkan American Psychological Association (2015), kecanduan adalah keadaan ketergantungan psikologis dan/atau fisik pada penggunaan obat-obatan atau zat lain, seperti alkohol dan rokok, atau pada aktivitas atau perilaku tertentu. Istilah ini sering digunakan sebagai istilah yang setara untuk gangguan penggunaan zat atau ketergantungan zat dan dapat diterapkan juga pada kecanduan perilaku yang tidak terkait dengan zat, seperti seks, olahraga, dan perjudian. 

Sedangkan KBBI daring (2016), mengartikan kecanduan sebagai ketagihan akan sesuatu hingga menjadi ketergantungan (pada obat-obatan, minuman, dan sebagainya). 

Dari kedua definisi tersebut kita bisa melihat ciri-ciri dari orang yang kecanduan. Hal utama yang menjadi ciri kecanduan adalah ketergantungan. Orang yang kecanduan tidak bisa tidak melakukan hal yang membuatnya candu tersebut. Jadi, ketika orang kecanduan suatu hal, ia hanya memiliki satu cara untuk mendapat ketenangan atau kenyamanan, yaitu melakukan hal yang ia candu tersebut. 

Apabila ia tidak mendapatkannya, perasaan gelisah dan tidak nyaman akan muncul. Kondisi tersebut yang kita sering dengar dengan kondisi ketagihan. Alhasil, orang yang kecanduan tidak memiliki kontrol akan dirinya. Dirinya dikuasai oleh hal yang ia candu, seperti gadget, drama korea, pornografi, scrolling media sosial, judi online, kopi, rokok dan lain sebagainya. 

Kondisi inilah yang membuat orang yang kecanduan sangat sulit untuk lepas dari hal yang menjadi candu baginya. Asriadi (2020) dalam penelitiannya terhadap orang yang kecanduan judi online menyatakan bahwa kecanduan dapat dilihat dari beberapa gejala. 

Diantaranya, orang bisa menghabiskan waktu yang lama dan cenderung tidak mengenal waktu untuk kesenangannya. Mereka pun sebenarnya mengetahui bahwa dengan terus melakukan apa yang mereka candu maka akan membawa dampak negatif untuk diri mereka sendiri (Putri, Yulastri, Erianti & Izzara, 2023). Walaupun demikian, mereka tetap tidak bisa lepas untuk tidak melakukannya, dan malah semakin tenggelam dalam rasa yang tidak pernah puas dan cukup.

Sebab dan Tahapan Terjadinya Kecanduan

Jamaludin, Syarifah & Karyadi (2022) melakukan penelitian terhadap mahasiswa untuk mengetahui faktor penyebab kecanduan terhadap media sosial. Faktor penyebab tertinggi mahasiswa mengalami kecanduan rupanya adalah stres akademik, kesepian, dan kontrol diri. 

Pada awalnya, seseorang bisa terpikat terhadap suatu hal karena merasa hal tersebut bisa membuatnya nyaman dan bisa keluar dari tekanan yang biasa dialaminya. Setelah terpikat, tahap selanjutnya adalah orang tersebut akan terikat pada hal tersebut. 

Oleh karena adanya faktor kesepian dan kontrol diri yang rendah membuat orang tersebut menjadi lupa waktu. Intensitas dan durasi terhadap penggunaan zat, aktivitas atau perilaku semakin lama semakin meningkat dan alhasil mengganggu berbagai macam aspek kehidupannya; seperti keluarga, sekolah, pekerjaan, dan mungkin kemandiriannya. 

Dan tahap terakhir adalah orang tersebut terjerat akan hal yang dicandu. Pada tahap ini, orang yang kecanduan ingin lepas dari candunya namun tidak bisa. Seperti yang dibahas di atas, sebenarnya orang tersebut memahami adanya dampak negatif akibat kecanduannya tersebut. Namun karena adanya kekosongan di dalam hatinya yang ia persepsikan hanya dapat diisi oleh hal yang ia candu maka perilaku orang tersebut tidak dapat lepas dan semakin dalam.

Bagaimana Orangtua Mendampingi Anak yang Kecanduan?

  1. Terima kondisi anak

Seperti penjelasan di atas, anak yang memiliki kecanduan pada dasarnya memiliki kekosongan di dalam hatinya yang dipersepsikan hanya bisa terisi dengan melakukan kecanduannya. Dengan memahami hal tersebut maka orangtua diharapkan bisa menerima dan berempati dengan kondisi anak. 

Diharapkan orangtua tidak menghakimi atau malah menyalahkan anak. Karena pastinya ada andil orangtua terkait dengan adanya kekosongan hati anaknya.

  1. Milikilah relasi yang mendalam dengan anak

Anak yang memiliki kekosongan hati cenderung merasakan kesepian. Oleh karena itu, orangtua perlu berusaha melakukan pendekatan kepada anak. Kenal anak lebih dalam, cari tahu isi pikiran dan perasaan anak, harapan dan juga kekecewaan anak. 

Berikan waktu berkualitas secara rutin bagi anak untuk melakukan aktivitas atau kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan juga orangtua. Tujuannya agar anak memahami pesan bahwa orangtuanya juga berjuang bersama dengan dirinya untuk keluar dari kecanduannya.

  1. Cari pengganti candu dengan kegiatan atau aktivitas lain yang positif

Anak pasti gelisah dan berada pada kondisi ketagihan ketika terpicu pada situasi tertentu. Selain berada bersama anak, orangtua juga perlu mempertimbangkan alternatif kegiatan atau aktivitas lain yang positif, yang bisa mengalihkan ketagihan anak pada hal yang ia candu. Kegiatan atau aktivitas tersebut dapat bermula dari apa yang anak minati.

  1. Dampingi dan ajarkan keterampilan pada anak untuk menghindari kecanduan kembali

Buat rencana pencegahan kecanduan kembali dengan anak. Rencana ini dapat membantu mereka menghindari situasi yang dapat memicu kecanduan kembali. Dampingi anak pada situasi-situasi yang memungkinan anak terpicu, misalnya saat malam hari atau saat anak sedang dalam kondisi emosional yang kurang stabil. Pantau kemajuan usaha anak dan berikan penguatan pada usaha yang telah dilakukan.

  1. Hubungi profesional

Bawa anak ke guru BK atau psikolog terlebih dahulu untuk bisa mendapatkan penanganan yang lebih optimal. Apabila diperlukan, atas saran dari psikolog, anak bisa dibawa ke psikiater. Tujuannya adalah agar tidak hanya anak yang mendapatkan pendampingan dan penanganan profesional namun orangtua juga mendapatkan pendampingan dan cara yang tepat untuk membantu pemulihan kecanduan anak.

Penutup

Mengenali dan memahami kecanduan pada anak adalah langkah awal yang penting bagi orangtua dalam memberikan pendampingan yang tepat. Dengan membangun komunikasi yang terbuka, menunjukkan empati, serta memberikan dukungan yang konsisten, orangtua dapat membantu anak mengatasi kecanduan dan membangun kebiasaan yang lebih sehat. 

Jika diperlukan, jangan ragu untuk mencari bantuan dari profesional, seperti guru BK atau psikolog, agar proses pemulihan dapat berjalan lebih efektif. Ingat, perubahan membutuhkan waktu dan kesabaran, namun dengan dukungan yang tepat, anak yang kecanduan dapat bangkit dan kembali menjalani kehidupan yang lebih seimbang serta bermakna.

Penulis: Indra Tanuwijaya, M.Psi, Psikolog (Psikolog Jenjang SMP-SLTA BPK PENABUR Jakarta)

Daftar Pustaka dan Referensi:

American Psychological Association. (2015). APA Dictionary of Psychology Second Edition. Diakses tanggal 25 Juli 2024 dari https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/ https://dictionary.apa.org/addiction

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2016). KBBI Daring. Diakses tanggal 5 Maret 2025 dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kecanduan

Jamaludin, Syarifah & Karyadi. (2022). Faktor-Faktor Penyebab Kecanduan Media Sosial Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta. Edudharma Journal. 6 (2). Diakses dari https://openjournal.wdh.ac.id/index.php/edudharma/article/view/424?utm_source=chatgpt.com

Putri, Yulastri, Erianti & Izzara. (2023). Artikel Review: Dampak Kecanduan Bermain Game Terhadap Kesehatan Mental. Jurnal Psikologi dan Konseling West Science. 1. 291-303. Diaskes dari https://www.researchgate.net/publication/377200908_Artikel_Review_Dampak_Kecanduan_Bermain_Game_Terhadap_Kesehatan_Mental.

Baca artikel lainnya…

Ikuti akun instagram kami untuk mendapatkan info-info terkini. Klik disini!