Seorang anak gadis kecil bernama Hattie May Wiatt saat itu berdiri terisak dekat pintu masuk sebuah gereja yang tidak terlalu besar. Ia baru saja tidak diperkenankan masuk ke gereja tersebut karena “sudah terlalu penuh”.

Seorang pastor lewat di dekatnya dan menanyakan kenapa si gadis kecil itu menangis? “Saya tidak dapat ke Sekolah Minggu” kata si gadis kecil. Melihat penampilan gadis kecil itu yang acak acakan dan tidak terurus, sang pastor segera mengerti dan bisa menduga sebabnya si gadis kecil tadi tidak disambut masuk ke Sekolah Minggu. 

Segera dituntunnya si gadis kecil itu masuk ke ruangan Sekolah Minggu di dalam gereja dan ia mencarikan tempat duduk yang masih kosong untuk si gadis kecil. Sang gadis kecil ini begitu mendalam tergugah perasaannya, sehingga pada waktu sebelum tidur di malam itu, pastor itu sempat memikirkan anak anak lain yang senasib dengan si gadis yang seolah-olah tidak mempunyai tempat untuk memuliakan Yesus. 

Sepulangnya ke rumah, gadis itu menceritakan hal ini kepada orang tuanya yang kebetulan merupakan orang tak berpunya. Sang ibu menghiburnya bahwa si gadis masih beruntung mendapatkan pertolongan dari seorang pastor.

Sejak saat itu, si gadis kecil “berkawan” dengan sang pastor. Dua tahun kemudian, si gadis kecil meninggal di tempat tinggal nya di daerah kumuh. Orang tuanya meminta bantuan dari si pastor yang baik hati untuk prosesi pemakaman yang sangat sangat sederhana.

Saat pemakaman selesai dan ruang tidur si gadis di rapihkan, orang tuanya menemukan sebuah dompet usang, kumal, dan sobek sobek. Didalamnya ditemukan uang receh sejumlah 57 sen dan secarik kertas bertuliskan tangan, jelas kelihatan ditulis oleh seorang anak kecil, yang isinya : “Uang ini untuk membantu pembangunan gereja kecil agar gereja tersebut bisa memuat lebih banyak anak anak bisa menghadiri ke Sekolah Minggu”. 

Rupanya selama 2 tahun, sejak ia tidak dapat masuk ke gereja itu, si gadis kecil ini mengumpulkan dan menabungkan uang nya sampai terkumpul sejumlah 57 sen dengan maksud yang sangat mulia. Ketika sang pastor membaca catatan kecil ini, matanya sembab dan ia sadar apa yang harus diperbuatnya.

Dengan berbekal dompet tua dan catatan kecil ini, sang pastor segera memotivasi para pengurus dan jemaat gerejanya untuk meneruskan cita-cita mulia si gadis kecil ini untuk memperbesar bangunan gereja.

Namun Ceritanya tidak berakhir sampai disini. Suatu perusahaan koran yang besar mengetahui berita ini dan mempublikasikannya terus menerus. Sampai akhirnya, seorang pengembang membaca berita ini dan ia segera menawarkan suatu lokasi yang berada di dekat gereja kecil itu dengan harga 57 sen.

Para pengurus gereja menyatakan bahwa mereka tak mungkin sanggup membayar lokasi sebesar dan sebaik itu. Para anggota jemaat pun dengan sukarela memberikan donasi dan melakukan pemberitaan. 

Akhirnya, bola salju yang dimulai oleh sang gadis kecil ini bergulir dan dalam 5 tahun dan berhasil mengumpulkan dana sebesar 250.000 dollar. Ini adalah jumlah yang fantastik pada saat itu (pada pergantian abad, jumlah ini dapat membeli emas seberat 1 ton ).

Inilah hasil nyata cinta kasih dari seorang gadis kecil yang miskin, kurang terawat, dan kurang makan, namun peduli pada sesama yang menderita. Tanpa pamrih, tanpa pretensi.

Saat ini, jika anda berada di Philadelphia, lihatlah Temple Baptist Church. Sebuah gereja dengan kapasitas duduk untuk 3300 orang dan Temple University, tempat dimana beribu-ribu murid belajar.

Lihat juga Good Samaritan Hospital dan sebuah bangunan spesial untuk Sekolah Minggu yang lengkap dengan beratus-ratus (ya benar, beratus ratus) pengajar nya. Semuanya itu untuk memastikan jangan sampai ada satu anakpun yang tidak mendapat tempat di Sekolah Minggu.

Didalam salah satu ruangan bangunan ini, tampak terlihat foto si gadis kecil, yang dengan tabungannya sebesar 57 sen, namun dikumpulkan berdasarkan rasa cinta kasih sesama, yang telah membuat sejarah. Tampak pula berjajar rapih, foto sang pastor yang baik hati yang telah mengulurkan tangan kepada si gadis kecil miskin itu, yaitu pastor DR. Russell H. Conwell, penulis buku “Acres of Diamonds” – a true story.

Kenyataan sejarah yang colossal ini bisa memberikan petunjuk kepada kita semua apa yang dapat Tuhan lakukan terhadap uang 57 sen.

Moral: Kebaikan bagai bola salju yang mampu menggerakkan kebaikan-kebaikan lain yang makin besar dan berdampak.

Cerita ini sudah pernah dipublikasi di The Temple Review, the weekly magazine of the Baptist Temple, v.21, no.7, December 19, 1912. Conwellana-Templana Collection/University Archives. Temple University Libraries. August 1997.

Diadaptasi dari https://nusahati.com/

Cerita Inspiratif lain..

Ajar Aku Memeluk Landak

Menghargai Kerja Keras Orang Tua

Gagak yang Haus

Kambing yang Keras Kepala