Masa remaja merupakan periode transisi yang penuh dinamika, di mana kamu mulai membentuk identitas diri, menjalin relasi sosial yang kompleks, serta menghadapi tekanan akademik dan ekspektasi lingkungan.

Dalam fase perkembangan ini, tidak jarang remaja mengalami pergolakan pikiran yang intens dan sulit dikendalikan. Salah satu fenomena yang umum terjadi pada masa ini adalah overthinking

Menurut Nolen-Hoeksema (1991), overthinking merupakan bentuk berpikir berulang mengenai penyebab dan konsekuensi dari perasaan negatif, tanpa diikuti oleh tindakan pemecahan masalah.  Bagi remaja, overthinking-mu bisa muncul dalam bentuk kekhawatiran berlebih terhadap penampilan, nilai ujian, penerimaan sosial, hingga masa depan. 

Jika dibiarkan, pola pikir ini berpotensi menimbulkan gangguan emosional seperti kecemasan, stres, hingga depresi. Oleh karena itu, penting untuk memahami overthinking secara lebih mendalam agar dapat segera dikenali dan ditangani dengan tepat.

Perbedaan Overthinking dan Antisipasi

Overthinking biasanya muncul sebagai akibat dari pengalaman masa lalu yang ingin dihindari atau kekuatiran masa depan. Mungkin kita bisa berpikir bahwa “kalau begitu, apa bedanya dengan pikiran yang bertujuan untuk mengantisipasi sesuatu agar pengalaman masa lalu yang ingin dihindari tidak terulang atau mengantisipasi kondisi masa depan, yang tidak diinginkan, agar tidak terjadi?” 

Perbedaan overthinking dengan mengantisipasi ada pada tujuan, fokus, dan hasilnya. Tujuan dari overthinking biasanya tidak jelas, sedangkan mengantisipasi bertujuan jelas yaitu merencanakan atau mencegah sesuatu. Fokus mengantisipasi adalah mencari jalan keluar, sedangkan overthinking cenderung fokus pada perasaan yang kuatir atau penyesalan. 

Ketika sedang overthinking kamu cenderung tidak produktif, merasa cemas, stres, dan tidak berdaya. Berbeda dengan ketika kamu sedang dalam mode mengantisipasi, sebab hasilnya adalah perasaan yang lebih siap, tenang, dan lebih percaya diri.

Tips Mengatasi Overthinking bagi Para Remaja

Lalu apa yang dapat dilakukan ketika sedang overthinking? Berikut adalah beberapa tips yang dapat kamu lakukan:

1. Sadari kalau kita sedang mengalami overthinking

Ketika overthinking menjadi suatu kebiasaan, kita mungkin tidak menyadari sedang melakukannya. Langkah pertama untuk belajar mengatasi overthinking adalah dengan menyadari ketika kita mengalaminya.

2. Pertanyakan pikiran kita

Sebelum kita memilih untuk percaya pada pikiran kita sendiri, pertanyakan apakah pikiran tersebut benar atau salah. Apakah pikiran kita hanya berupa asumsi? Atau memang sebuah fakta?

3. Tuliskan pikiran di dalam kertas.

Menuliskan isi pikiran dapat membantu memisahkan antara yang penting dan yang berlebihan.

4. Batasi waktu untuk khawatir

Batasi waktu untuk khawatir sekitar 15-30 menit. Setelah itu, tetapkan apakah kita bisa memiliki solusi terhadap hal yang kita khawatirkan atau tidak. Kalau tidak, belajar untuk melepaskan hal yang tidak bisa kita kontrol.

5. Hindari informasi berlebihan (Overexposure)

Terlalu banyak konsumsi media sosial atau berita bisa memicu pikiran negatif. Atur batasan dan pilih sumber informasi yang mendukung kesehatan mental. 

6. Berlatih Self-Compassion

Jangan menyalahkan diri karena merasa cemas. Berlatihlah berkata:

Saya sedang merasa khawatir saat ini dan itu manusiawi. Saya akan melewatinya dengan baik.

Overthinking adalah pola pikir berlebihan yang bisa mengganggu kesehatan mental, terutama pada remaja. Dengan mengenali tanda-tandanya dan menerapkan strategi yang tepat, overthinking dapat dikendalikan. Kesadaran diri menjadi kunci agar kamu tidak terjebak dalam pikiran yang melelahkan dan bisa fokus menjalani hidup dengan lebih sehat.

Don’t get too deep, it leads to overthinking, and overthinking leads to problems that doesn’t even exist in the first place

-Jayson Engay-

Penulis: Indra Tanuwijaya, M.Psi, Psikolog (Psikolog Jenjang SMP-SLTA BPK PENABUR Jakarta)

Daftar Pustaka dan Referensi:

Neff, K. D. (2003). The development and validation of a scale to measure self-compassion. Self and Identity, 2(3), 223–250.

Nolen-Hoeksema, S. (1991). Responses to depression and their effects on the duration of depressive episodes. Journal of Abnormal Psychology, 100(4), 569–582.

Watkins, E. R. (2008). Constructive and unconstructive repetitive thought. Psychological Bulletin, 134(2), 163–206.

Baca artikel lainnya…

Apakah Kamu Seorang Optimis? Ini 5 Tandanya!

Mengenal Generasi Alfa dan Tips Mendampinginya

5 Topik  Penting dalam Percakapan Orang Tua – Anak sejak Dini

Generasi Alpha: Generasi Cemas – Seksi BK & Psikoedukatif

Ikuti akun Instagram kami untuk mendapatkan info-info terkini. Klik disini!