[:en]

Pixabay / Geralt

Bullying menjadi topik yang mulai umum dikalangan sekolah akhir-akhir ini. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi anak untuk belajar, menuntut ilmu dan mengaktualisasikan potensi mereka, berubah menjadi tempat yang dapat menimbulkan ketakutan dan rasa khawatir.  Bullying adalah perilaku mengganggu atau menyakiti dengan kekerasan fisik, verbal, ataupun psikologis, biasanya dilakukan secara berulang-ulang dari seseorang atau sekelompok orang yang lebih senior, lebih kuat, lebih besar terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih junior, lebih lemah, lebih kecil, dan perilaku ini menyebabkan seseorang atau sekelompok orang yang di bully merasa menderita baik secara fisik, maupun psikis. Perilaku menyakiti atau mengganggu dilakukan untuk mendominasi orang lain.

Pada kasus-kasus di sekolah, siswa mencoba mendominasi teman-temannya dengan serangan fisik yaitu perilaku yang bertujuan menyerang fisik siswa korban bullying seperti memukul, menggigit, menendang, melempar benda, mendorong atau meludah. Sedangkan serangan verbal menyakiti dengan kata-kata atau ucapan seperti name calling, menggoda, berbicara senonoh, bossy, komentar yang merendahkan dan mengancam. Beberapa faktor yang dapat memicu munculnya perilaku bullying di sekolah, antara lain :

  1. Kontrol diri yang rendah. Rendahnya kemampuan anak untuk mengontrol emosi dan kurang memiliki banyak pertimbangan dalam berpikir. Sehingga kurang mengedepankan nilai toleransi dan menghargai orang lain.
  2. Kurangnya kepedulian terhadap lingkungan dan orang lain
  3. Kualitas hubungan orangtua dengan penggunaan hukuman fisik atau perkataan yang dapat menyakiti hati anak. Menjadi cerminan bagi anak bahwa perilaku tersebut merupakan hal yang benar. Sehingga anak mengembangkan perilaku yang sama dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Komunikasi dengan keluarga yang minim, tidak ada pengarahan dari orangtua, anak mengembangkan persepsinya sendiri sehingga tidak ada yang mengarahkan perilaku yang baik untuk dilakukan dan perilaku yang perlu dihindari.
  5. Muncul keinginan untuk membully,  dikarenakan beberapa hal berikut : tradisi sekolah (seperti : adik kelas harus patuh kepada kakak kelas), balas dendam karena pernah mengalami hal yang sama atau pernah disakiti oleh teman, menunjukkan kekuasaan, marah karena orang lain tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, untuk mendapatkan kepuasan, dan adanya perasaan iri hati.

Skema kognitif tersebut menstimulasi anak untuk membully teman yang ada kaitanya dengan apa yang dia rasakan atau peristiwa yang pernah dia alami.

Guru dan orangtua perlu peka dalam memperhatikan anak, terutama mereka yang menjadi korban bullying disekolah. Ciri-ciri yang harus diperhatikan di antaranya:

  1. Enggan untuk pergi sekolah, kurangnya motivasi untuk pergi ke sekolah dan menyampaikan berbagai alasan untuk menghindari ke sekolah.
  2. Sakit secara tiba-tiba
  3. Mengalami penurunan nilai
  4. Barang yang dimiliki hilang atau rusak
  5.  Mimpi buruk atau bahkan sulit untuk terlelap
  6. Rasa amarah dan benci semakin mudah meluap dan meningkat atau  bisa juga menjadi pendiam, kurang terbuka dan suka melamun
  7. Lebih senang menyendiri daripada berbaur dengan teman yang lain

Penanganan bullying membutuhkan dukungan dari berbagai pihak yaitu sekolah, guru kelas, guru BK, orangtua dan juga siswa sendiri. Penanganan yang tepat dan kerjasama yang baik dapat membantu meminimalisir perilaku bullying di sekolah sehingga proses belajar – mengajar dapat berjalan dengan nyaman dan aman. Beberapa tips berikut dapat dilakukan sebagai alternatif mengurangi bullying di sekolah.

Bagi anak yg di-bully  :

  1. Mengajak anak untuk melihat dan mengevaluasi kenapa dirinya menjadi korban bully temannya. Misalnya karena penampilannya menyolok, anak tidak berperilaku dengan sesuai, pernah menyakiti atau menyinggung perasaan temannya. Dengan mengevaluasi dan menilai diri, anak akan menemukan alasan dibalik perilaku teman yang mem-bully. Ketika dirasa problem yang dihadapi membutuhkan perubahan, dukung anak untuk mengubah perilakunya. Misalnya, anak di-bully teman karena mudah menangis, dorong anak untuk mengubah perilakunya agar tidak mudah menangis, semakin sering ia menangis maka akan semakin sering teman-teman mengganggunya.
  2. Meningkatkan kepercayaan diri anak dengan menunjukkan prestasi dan potensi diri yang dimiliki. Bahwa anak tidak lemah, tidak seperti yang dikatakan teman-temannya. Dengan percaya diri, anak mampu mengontrol situasi. Ketika merasakan dirinya di-bully, karena dia percaya diri maka bisa menghindari ataupun merespons bullying dengan tepat. Misalnya menegur dengan halus atau mengabaikan perilaku bullying tersebut.
  3. Ajak anak untuk berdiskusi tentang strateginya untuk menyelesaikan masalahnya. Dukung dan berikan penguatan apabila caranya tepat. Sebaliknya apabila cara yang akan dilakukan dirasa kurang tepat, berikan gambaran lain.
  4. Membina komunikasi dengan anak. Apabila anak mengalami hal-hal yang tidak nyaman, orang tua dan guru BK dengan senang hati memberikan tempat bagi anak untuk bercerita segala keluh kesah anak. Menjadi tempat anak untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi anak. Menjalin komunikasi yang baik dapat membantu anak untuk mengembangkan pikiran yang positif tentang dirinya dan mempunyai kemampuan berinteraksi dengan sesamanya

Bagi pelaku bullying dan kondisi kelas :

  1. Menciptakan atmosfer kelas yang kondusif sehingga tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antar siswa di kelas. Dapat dilakukan dengan kelompok belajar maupun aktivitas lain yang dapat menumbuhkan sifat saling menghargai satu sama lain.
  2. Mediasi teman sebaya. Membuat mediator grup, kelompok siswa yang dilatih untuk membantu menyelesaikan konflik-konflik/masalah yang terjadi diantara teman-temannya. Dengan pendekatan sesama teman dapat memediasi masalah yang terjadi dan bukan menjadi penonton atau pendukung. Pilih beberapa anak di setiap kelas yang dapat melihat permasalahan dengan obyektif atau netral dan tidak memihak.
  3. Memberikan sanksi atau hukuman bagi pelaku bullying, sebagai upaya peningkatan kedisiplinan diri, memotivasi belajar dan perbaikan perilaku.

Bullying sangat mungkin terjadi, namun reaksi  dan tanggapan terhadap hal tersebut akan membantu meminimalisir perkembangan perilaku ini di sekolah. Kesadaran untuk pencegahan bullying perlu ditingkatkan supaya tercipta lingkungan belajar yang nyaman dan aman sehingga setiap siswa dapat mengaktualisasikan potensi belajar mereka dan mengembangkan kemampuan sosialisasinya dengan baik.

Penulis: Valleria Vidya (Psikolog BPK PENABUR Jakarta)[:id]

Pixabay / Geralt

Bullying menjadi topik yang mulai umum dikalangan sekolah akhir-akhir ini. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi anak untuk belajar, menuntut ilmu dan mengaktualisasikan potensi mereka, berubah menjadi tempat yang dapat menimbulkan ketakutan dan rasa khawatir.  Bullying adalah perilaku mengganggu atau menyakiti dengan kekerasan fisik, verbal, ataupun psikologis, biasanya dilakukan secara berulang-ulang dari seseorang atau sekelompok orang yang lebih senior, lebih kuat, lebih besar terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih junior, lebih lemah, lebih kecil, dan perilaku ini menyebabkan seseorang atau sekelompok orang yang di bully merasa menderita baik secara fisik, maupun psikis. Perilaku menyakiti atau mengganggu dilakukan untuk mendominasi orang lain.

Pada kasus-kasus di sekolah, siswa mencoba mendominasi teman-temannya dengan serangan fisik yaitu perilaku yang bertujuan menyerang fisik siswa korban bullying seperti memukul, menggigit, menendang, melempar benda, mendorong atau meludah. Sedangkan serangan verbal menyakiti dengan kata-kata atau ucapan seperti name calling, menggoda, berbicara senonoh, bossy, komentar yang merendahkan dan mengancam. Beberapa faktor yang dapat memicu munculnya perilaku bullying di sekolah, antara lain :

  1. Kontrol diri yang rendah. Rendahnya kemampuan anak untuk mengontrol emosi dan kurang memiliki banyak pertimbangan dalam berpikir. Sehingga kurang mengedepankan nilai toleransi dan menghargai orang lain.
  2. Kurangnya kepedulian terhadap lingkungan dan orang lain
  3. Kualitas hubungan orangtua dengan penggunaan hukuman fisik atau perkataan yang dapat menyakiti hati anak. Menjadi cerminan bagi anak bahwa perilaku tersebut merupakan hal yang benar. Sehingga anak mengembangkan perilaku yang sama dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Komunikasi dengan keluarga yang minim, tidak ada pengarahan dari orangtua, anak mengembangkan persepsinya sendiri sehingga tidak ada yang mengarahkan perilaku yang baik untuk dilakukan dan perilaku yang perlu dihindari.
  5. Muncul keinginan untuk membully,  dikarenakan beberapa hal berikut : tradisi sekolah (seperti : adik kelas harus patuh kepada kakak kelas), balas dendam karena pernah mengalami hal yang sama atau pernah disakiti oleh teman, menunjukkan kekuasaan, marah karena orang lain tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, untuk mendapatkan kepuasan, dan adanya perasaan iri hati.

Skema kognitif tersebut menstimulasi anak untuk membully teman yang ada kaitanya dengan apa yang dia rasakan atau peristiwa yang pernah dia alami.

Guru dan orangtua perlu peka dalam memperhatikan anak, terutama mereka yang menjadi korban bullying disekolah. Ciri-ciri yang harus diperhatikan di antaranya:

  1. Enggan untuk pergi sekolah, kurangnya motivasi untuk pergi ke sekolah dan menyampaikan berbagai alasan untuk menghindari ke sekolah.
  2. Sakit secara tiba-tiba
  3. Mengalami penurunan nilai
  4. Barang yang dimiliki hilang atau rusak
  5.  Mimpi buruk atau bahkan sulit untuk terlelap
  6. Rasa amarah dan benci semakin mudah meluap dan meningkat atau  bisa juga menjadi pendiam, kurang terbuka dan suka melamun
  7. Lebih senang menyendiri daripada berbaur dengan teman yang lain

Penanganan bullying membutuhkan dukungan dari berbagai pihak yaitu sekolah, guru kelas, guru BK, orangtua dan juga siswa sendiri. Penanganan yang tepat dan kerjasama yang baik dapat membantu meminimalisir perilaku bullying di sekolah sehingga proses belajar – mengajar dapat berjalan dengan nyaman dan aman. Beberapa tips berikut dapat dilakukan sebagai alternatif mengurangi bullying di sekolah.

Bagi anak yg di-bully  :

  1. Mengajak anak untuk melihat dan mengevaluasi kenapa dirinya menjadi korban bully temannya. Misalnya karena penampilannya menyolok, anak tidak berperilaku dengan sesuai, pernah menyakiti atau menyinggung perasaan temannya. Dengan mengevaluasi dan menilai diri, anak akan menemukan alasan dibalik perilaku teman yang mem-bully. Ketika dirasa problem yang dihadapi membutuhkan perubahan, dukung anak untuk mengubah perilakunya. Misalnya, anak di-bully teman karena mudah menangis, dorong anak untuk mengubah perilakunya agar tidak mudah menangis, semakin sering ia menangis maka akan semakin sering teman-teman mengganggunya.
  2. Meningkatkan kepercayaan diri anak dengan menunjukkan prestasi dan potensi diri yang dimiliki. Bahwa anak tidak lemah, tidak seperti yang dikatakan teman-temannya. Dengan percaya diri, anak mampu mengontrol situasi. Ketika merasakan dirinya di-bully, karena dia percaya diri maka bisa menghindari ataupun merespons bullying dengan tepat. Misalnya menegur dengan halus atau mengabaikan perilaku bullying tersebut.
  3. Ajak anak untuk berdiskusi tentang strateginya untuk menyelesaikan masalahnya. Dukung dan berikan penguatan apabila caranya tepat. Sebaliknya apabila cara yang akan dilakukan dirasa kurang tepat, berikan gambaran lain.
  4. Membina komunikasi dengan anak. Apabila anak mengalami hal-hal yang tidak nyaman, orang tua dan guru BK dengan senang hati memberikan tempat bagi anak untuk bercerita segala keluh kesah anak. Menjadi tempat anak untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi anak. Menjalin komunikasi yang baik dapat membantu anak untuk mengembangkan pikiran yang positif tentang dirinya dan mempunyai kemampuan berinteraksi dengan sesamanya

Bagi pelaku bullying dan kondisi kelas :

  1. Menciptakan atmosfer kelas yang kondusif sehingga tercipta hubungan dan kerjasama yang baik antar siswa di kelas. Dapat dilakukan dengan kelompok belajar maupun aktivitas lain yang dapat menumbuhkan sifat saling menghargai satu sama lain.
  2. Mediasi teman sebaya. Membuat mediator grup, kelompok siswa yang dilatih untuk membantu menyelesaikan konflik-konflik/masalah yang terjadi diantara teman-temannya. Dengan pendekatan sesama teman dapat memediasi masalah yang terjadi dan bukan menjadi penonton atau pendukung. Pilih beberapa anak di setiap kelas yang dapat melihat permasalahan dengan obyektif atau netral dan tidak memihak.
  3. Memberikan sanksi atau hukuman bagi pelaku bullying, sebagai upaya peningkatan kedisiplinan diri, memotivasi belajar dan perbaikan perilaku.

Bullying sangat mungkin terjadi, namun reaksi  dan tanggapan terhadap hal tersebut akan membantu meminimalisir perkembangan perilaku ini di sekolah. Kesadaran untuk pencegahan bullying perlu ditingkatkan supaya tercipta lingkungan belajar yang nyaman dan aman sehingga setiap siswa dapat mengaktualisasikan potensi belajar mereka dan mengembangkan kemampuan sosialisasinya dengan baik.

Penulis: Valleria Vidya (Psikolog BPK PENABUR Jakarta)[:]