[:en]

“Jangan bersikap buruk, sebab kelak kamu akan sangat menyesalinya, Nak. Orang akan selalu mengingat perbuatan kita yang salah”, ucapan itu terngiang kembali pada pendengaran pemuda itu, meski ibunya telah mengucapkannya bertahun-tahun yang lalu,

Saat ia masih tinggal di kampung dulu. Hingga beberapa waktu yang lalu, pemuda itu bahkan tidak mengerti mengapa ibunya selalu mengucapkan kata-kata yang sama. Bukan hanya satu atau dua kali saja, namun ibunya kerap mengucapkan kata-kata ini setiap kali ia memberi nasehat atas sikapnya yang kadang kurang baik pada pandangan si ibu.

Pemuda itu mengacuhkannya, sebab apalah arti sebuah nasehat bagi pemuda yang sedang dalam masa-masa remaja, hal ini bahkan kerap dianggap sebagai angin lalu saja. Berulangkali kali si ibu memberi nasehat, berulangkali pula pemuda itu menganggapnya sebagai angin lalu.

Sikap cerobohnya kerap menjadi alasan mengapa pemuda itu sering dinasehati si ibu, hingga si ibu mengibaratkan perbuatannya seperti dua cangkir minuman yang berbeda, yakni teh dan kopi.

Meski begitu, pemuda itu masih saja sering bertindak ceroboh. Sekali waktu, di malam hari ia lupa mengurung induk dan anak ayamnya ke dalam kandang, hingga pada keesokan harinya ketujuh anak ayam itu lenyap dimangsa musang dan hanya tinggal induknya saja, padahal ibunya telah menyuruhnya mengerjakan hal tersebut berulangkali sejak sore.

Lalu di lain waktu, ia juga tidak menutup saluran air yang masuk ke kolam kecil milik ayahnya, hingga air mengalir terus sepanjang malam dan menghanyutkan semua ikan tersebut ke kolam lainnya milik orang lain di tempat yang lebih rendah dari kolam ayahnya.

Kala itu, bukan hanya kolam ayahnya saja yang ikannya terbawa air, namun dua kolam lainnya milik pamannya juga kehilangan banyak ikan.

Pada dasarnya ada banyak orang yang ceroboh di dunia ini, dan itu bukan sebuah masalah yang besar, selama mereka mau berubah dan mendengarkan nasehat orang di sekitarnya. Namun, hal serupa tidak terjadi pada pemuda ini, bahkan setelah ia merantau dan bekerja sebagai sekurity di sebuah kantor di kota.
Tugasnya memeriksa semua ruangan setelah pulang kantor dan mengunci pintu utama sebelum akhirnya pulang ke kontrakannya. Telah berulangkali ia diingatkan agar hati-hati dan memeriksa semua ruangan terlebih dahulu, agar kantor ditinggalkan dalam kondisi baik dan aman.

Bukannya melakukan tugasnya dengan baik, ia bahkan kerap tidak memeriksa setiap ruangan, sehingga beberapa lampu seringkali ditinggalkan dalam kondisi tidak padam. Sore itu setelah karyawan lainnya pulang, pemuda itu bergegas dan mengunci pintu utama, tanpa memeriksa setiap ruangan dengan seksama.

Semua berjalan baik, hingga sejam kemudian sebuah panggilan telepon dari atasannya mengatakan bahwa seorang karyawan telah terkunci di kantor mereka.

Atasannya telah berada di kantor, juga beberapa karyawan lainnya yang kebetulan sedang menikmati kopi di kafe sebelah kantor mereka. Pemuda tersebut minta maaf dan mengakui kesalahannya, sehingga ia tidak mendapatkan masalah berarti atas kejadian tersebut. Namun, kejadian ini memberinya satu pelajaran penting, yang tak lain adalah nasehat ibunya. “Ketika kamu berbuat baik, maka hal tersebut serupa secangkir teh hangat yang sedap, saat diaduk aromanya menenangkan dan warnanya tetap sama bahkan setelah lama.

Namun ketika kamu berbuat salah, maka hal tersebut seperti secangkir kopi hitam, saat diaduk aromanya begitu menggoda dan warnanya akan langsung keruh dan hitam, meskipun telah sempat mengendap lama. Demikianlah orang akan selalu mengingat perbuatan salahmu, Nak, meskipun telah lama berlalu.”

Nasehat ibunya benar-benar menjadi kenyataan, sebab sejak hari itu pemuda tersebut selalu menjadi bahan omongan pekerja di sana. Beberapa di antara mereka bahkan sering menyindirnya dengan bercanda, jangan sampai meninggalkan dan mengunci mereka di kantor, seperti karyawan sebelumnya.

Cerita Teh dan Kopi ini mengajarkan kita untuk tidak mengacuhkan nasihat untuk memperbaiki diri.

Sumber: Sipolos.com (dengan penyesuaian)

[:id]

“Jangan bersikap buruk, sebab kelak kamu akan sangat menyesalinya, Nak. Orang akan selalu mengingat perbuatan kita yang salah”, ucapan itu terngiang kembali pada pendengaran pemuda itu, meski ibunya telah mengucapkannya bertahun-tahun yang lalu,

Saat ia masih tinggal di kampung dulu. Hingga beberapa waktu yang lalu, pemuda itu bahkan tidak mengerti mengapa ibunya selalu mengucapkan kata-kata yang sama. Bukan hanya satu atau dua kali saja, namun ibunya kerap mengucapkan kata-kata ini setiap kali ia memberi nasehat atas sikapnya yang kadang kurang baik pada pandangan si ibu.

Pemuda itu mengacuhkannya, sebab apalah arti sebuah nasehat bagi pemuda yang sedang dalam masa-masa remaja, hal ini bahkan kerap dianggap sebagai angin lalu saja. Berulangkali kali si ibu memberi nasehat, berulangkali pula pemuda itu menganggapnya sebagai angin lalu.

Sikap cerobohnya kerap menjadi alasan mengapa pemuda itu sering dinasehati si ibu, hingga si ibu mengibaratkan perbuatannya seperti dua cangkir minuman yang berbeda, yakni teh dan kopi.

Meski begitu, pemuda itu masih saja sering bertindak ceroboh. Sekali waktu, di malam hari ia lupa mengurung induk dan anak ayamnya ke dalam kandang, hingga pada keesokan harinya ketujuh anak ayam itu lenyap dimangsa musang dan hanya tinggal induknya saja, padahal ibunya telah menyuruhnya mengerjakan hal tersebut berulangkali sejak sore.

Lalu di lain waktu, ia juga tidak menutup saluran air yang masuk ke kolam kecil milik ayahnya, hingga air mengalir terus sepanjang malam dan menghanyutkan semua ikan tersebut ke kolam lainnya milik orang lain di tempat yang lebih rendah dari kolam ayahnya.

Kala itu, bukan hanya kolam ayahnya saja yang ikannya terbawa air, namun dua kolam lainnya milik pamannya juga kehilangan banyak ikan.

Pada dasarnya ada banyak orang yang ceroboh di dunia ini, dan itu bukan sebuah masalah yang besar, selama mereka mau berubah dan mendengarkan nasehat orang di sekitarnya. Namun, hal serupa tidak terjadi pada pemuda ini, bahkan setelah ia merantau dan bekerja sebagai security di sebuah kantor di kota.
Tugasnya memeriksa semua ruangan setelah pulang kantor dan mengunci pintu utama sebelum akhirnya pulang ke kontrakannya. Telah berulangkali ia diingatkan agar hati-hati dan memeriksa semua ruangan terlebih dahulu, agar kantor ditinggalkan dalam kondisi baik dan aman.

Bukannya melakukan tugasnya dengan baik, ia bahkan kerap tidak memeriksa setiap ruangan, sehingga beberapa lampu seringkali ditinggalkan dalam kondisi tidak padam. Sore itu setelah karyawan lainnya pulang, pemuda itu bergegas dan mengunci pintu utama, tanpa memeriksa setiap ruangan dengan seksama.

Semua berjalan baik, hingga sejam kemudian sebuah panggilan telepon dari atasannya mengatakan bahwa seorang karyawan telah terkunci di kantor mereka.

Atasannya telah berada di kantor, juga beberapa karyawan lainnya yang kebetulan sedang menikmati kopi di kafe sebelah kantor mereka. Pemuda tersebut minta maaf dan mengakui kesalahannya, sehingga ia tidak mendapatkan masalah berarti atas kejadian tersebut. Namun, kejadian ini memberinya satu pelajaran penting, yang tak lain adalah nasehat ibunya. “Ketika kamu berbuat baik, maka hal tersebut serupa secangkir teh hangat yang sedap, saat diaduk aromanya menenangkan dan warnanya tetap sama bahkan setelah lama.

Namun ketika kamu berbuat salah, maka hal tersebut seperti secangkir kopi hitam, saat diaduk aromanya begitu menggoda dan warnanya akan langsung keruh dan hitam, meskipun telah sempat mengendap lama. Demikianlah orang akan selalu mengingat perbuatan salahmu, Nak, meskipun telah lama berlalu.”

Nasehat ibunya benar-benar menjadi kenyataan, sebab sejak hari itu pemuda tersebut selalu menjadi bahan omongan pekerja di sana. Beberapa di antara mereka bahkan sering menyindirnya dengan bercanda, jangan sampai meninggalkan dan mengunci mereka di kantor, seperti karyawan sebelumnya.

Cerita Teh dan Kopi ini mengajarkan kita untuk tidak mengacuhkan nasihat untuk memperbaiki diri.

Sumber: Sipolos.com (dengan penyesuaian)[:]