[:en]

“Para malaikat mengantarkan nasib ke depan pintu rumah kita – dan  ke tempat-tempat lain yang membutuhkannya.” -Jessie Lane Adams

ilustrasi

Didiagnosis mengidap penyakit kanker payudara di usia 40 tahun tentu sangat menyakitkan. Tidak hanya fisik, tetapi juga secara jiwa dan emosional. Kepedihan itu semakin mendalam saat mengetahui bahwa penyakit tersebut tetap saja hinggap meskipun telah menerapkan pola hidup sehat: tidak merokok, tidak minum alkohol, olahraga setiap hari, dan menerapkan diet sehat. Itulah yang dirasakan oleh Connie.

Connie adalah seorang istri dan ibu dari dua anak lelaki yang sehat. Ia juga seorang wanita karir penuh-waktu di sebuah perusahaan. Peran-peran tersebut dijalaninya dengan baik—sampai kanker hinggap pada dirinya. Datar dan sederhana, Connie marah sekali kepada Tuhan. Bagaimana ia akan merawat kedua anaknya, bekerja, sambil menjalani pengobatan radiasi pada jam makan siang dengan kondisi seperti itu?

Rangkaian bunga dengan tulisan “Semoga Lekas Sembuh” yang rutin datang ke rumahnya tidak mampu menyembuhkan luka hatinya. Sebaliknya, bunga-bunga itu justru memperdalam lukanya, meskipun itu adalah bunga kesukaannya. Lama kelamaan suasana rumah Connie semakin mirip dengan rumah persemayaman. Tentu ini berdampak buruk pada kondisi psikisnya. Sembari menangis, Connie bergumam, “Tidakkah ada yang mengerti perasaanku? Hidup semua orang kembali ke normal, tetapi aku terkurung di sebuah ruang yang penuh dengan bunga-bunga daisi yang layu dan payudara yang hanya sebelah.”

Suatu hari sepulangnya dari hari pertama bekerja lagi, Connie melihat suaminya berdiri di ambang pintu dengan sebuah keranjang. Dengan muka masam ia berjalan ke arah pintu, lelah dan tidak ingin melihat lebih banyak keranjang bunga lagi di rumahnya.

Akan tetapi, keranjang itu berbeda dari keranjang-keranjang sebelumnya. Dari plastik bening pembungkusnya Connie dapat melihat isi keranjang penuh dengan berbagai hadiah: gelas berpita merah muda, teh herbal, kaus kaki lembut warna merah muda, lilin aroma lavender, shower gel, garam mandi, bantal untuk berendam, dan sebuah buku inspirasi spiritual. Tidak ada nama pengirim atau kartu ucapan apapun pada keranjang tersebut.

Segera Connie membawa keranjang itu ke kamar mandi. Memasang lilin aroma lavender, meniup bantal mandi, kemudian berendam dengan garam mandi dan shower gel. Teh herbal dan kaus kaki memberikan kehangatan baginya—tidak hanya fisiknya, tetapi juga jiwanya. Setiap hari ia menikmati hadiah itu, sampai-sampai hampir lupa bahwa dirinya sedang mengidap kanker. Isi keranjang terakhir itu benar-benar memberikan dampak yang berbeda bagi Connie.

Setahun setelahnya, Connie masih belum mengetahui siapa pemiliknya. Kemudian keranjang yang sama datang lagi dengan pesan, “Survivor’s Basket”. Energi positif yang dibawakan oleh keranjang-keranjang kepada diri Connie menginspirasinya untuk membuat keranjang bingkisan harapan bagi para penderita kanker dan keluarga mereka dengan pesan, “Semoga keranjang ini menemanimu dalam perjalanan iman, harapan, dan kesembuhan.”

Sumber: Chicken Soup For The Soul: Kekuatan Berpikir Positif

[:id]

“Para malaikat mengantarkan nasib ke depan pintu rumah kita – dan  ke tempat-tempat lain yang membutuhkannya.” -Jessie Lane Adams

ilustrasi

Didiagnosis mengidap penyakit kanker payudara di usia 40 tahun tentu sangat menyakitkan. Tidak hanya fisik, tetapi juga secara jiwa dan emosional. Kepedihan itu semakin mendalam saat mengetahui bahwa penyakit tersebut tetap saja hinggap meskipun telah menerapkan pola hidup sehat: tidak merokok, tidak minum alkohol, olahraga setiap hari, dan menerapkan diet sehat. Itulah yang dirasakan oleh Connie.

Connie adalah seorang istri dan ibu dari dua anak lelaki yang sehat. Ia juga seorang wanita karir penuh-waktu di sebuah perusahaan. Peran-peran tersebut dijalaninya dengan baik—sampai kanker hinggap pada dirinya. Datar dan sederhana, Connie marah sekali kepada Tuhan. Bagaimana ia akan merawat kedua anaknya, bekerja, sambil menjalani pengobatan radiasi pada jam makan siang dengan kondisi seperti itu?

Rangkaian bunga dengan tulisan “Semoga Lekas Sembuh” yang rutin datang ke rumahnya tidak mampu menyembuhkan luka hatinya. Sebaliknya, bunga-bunga itu justru memperdalam lukanya, meskipun itu adalah bunga kesukaannya. Lama kelamaan suasana rumah Connie semakin mirip dengan rumah persemayaman. Tentu ini berdampak buruk pada kondisi psikisnya. Sembari menangis, Connie bergumam, “Tidakkah ada yang mengerti perasaanku? Hidup semua orang kembali ke normal, tetapi aku terkurung di sebuah ruang yang penuh dengan bunga-bunga daisi yang layu dan payudara yang hanya sebelah.”

Suatu hari sepulangnya dari hari pertama bekerja lagi, Connie melihat suaminya berdiri di ambang pintu dengan sebuah keranjang. Dengan muka masam ia berjalan ke arah pintu, lelah dan tidak ingin melihat lebih banyak keranjang bunga lagi di rumahnya.

Akan tetapi, keranjang itu berbeda dari keranjang-keranjang sebelumnya. Dari plastik bening pembungkusnya Connie dapat melihat isi keranjang penuh dengan berbagai hadiah: gelas berpita merah muda, teh herbal, kaus kaki lembut warna merah muda, lilin aroma lavender, shower gel, garam mandi, bantal untuk berendam, dan sebuah buku inspirasi spiritual. Tidak ada nama pengirim atau kartu ucapan apapun pada keranjang tersebut.

Segera Connie membawa keranjang itu ke kamar mandi. Memasang lilin aroma lavender, meniup bantal mandi, kemudian berendam dengan garam mandi dan shower gel. Teh herbal dan kaus kaki memberikan kehangatan baginya—tidak hanya fisiknya, tetapi juga jiwanya. Setiap hari ia menikmati hadiah itu, sampai-sampai hampir lupa bahwa dirinya sedang mengidap kanker. Isi keranjang terakhir itu benar-benar memberikan dampak yang berbeda bagi Connie.

Setahun setelahnya, Connie masih belum mengetahui siapa pemiliknya. Kemudian keranjang yang sama datang lagi dengan pesan, “Survivor’s Basket”. Energi positif yang dibawakan oleh keranjang-keranjang kepada diri Connie menginspirasinya untuk membuat keranjang bingkisan harapan bagi para penderita kanker dan keluarga mereka dengan pesan, “Semoga keranjang ini menemanimu dalam perjalanan iman, harapan, dan kesembuhan.”

Sumber: Chicken Soup For The Soul: Kekuatan Berpikir Positif[:]