[:en]
Usia 13-19 tahun merupakan fase dimana remaja memiliki keingintahuan sangat tinggi sehingga mudah terpengaruh untuk mencoba hal-hal baru, salah satu diantaranya permainan berbahaya skip challenge. Skip challenge telah muncul sejak tahun 2005 di Inggris kemudian karena kecanggihan internet permainan ini menjadi trend dan populer di negara-negara lain hingga sampai ke Indonesia. Dalam permainan skip challenge, seorang anak remaja akan menahan nafas, kemudian dadanya ditekan oleh temannya yang lain hingga remaja tersebut nyaris pingsan atau kejang-kejang. Setelah beberapa saat remaja tersebut akan siuman. Banyak remaja menganggap ini sebagai pengalaman yang menegangkan dan menyenangkan layaknya uji keberanian. Namun yang menjadi masalah, remaja tidak menyadari bahwa proses coba-coba yang dilakukannya ini dapat membahayakan diri mereka.
Nah bagaimana caranya supaya para remaja dapat memfilter hal-hal yang baik untuk dicoba dan hal-hal yang perlu dihindari karena membahayakan?
Semakin dilarang, keingintahuan remaja akan semakin besar. Orang tua dan guru maupun orang dewasa lain perlu mengajak remaja untuk diskusi tentang hal positif dan negatif. Apa saja hal positif dan negatif dari permainan skip challenge?
Permainan skip challenge memberikan sensasi yang berbeda dan melegakan saat remaja yang melakukan skip challenge tersadar. Permainan ini juga memunculkan kepercayaan diri karena merasa cukup berani untuk melakukan tantangan ini. Hal ini membuat remaja tertantang untuk melakukannya kembali dengan intensitas yang lebih besar.
Sayangnya, dampak positif yang dirasakan remaja hanya sesaat, dampak negatif permainan skip challenge ini lebih berbahaya dari yang mungkin dibayangkan oleh para remaja. Melakukan Skip challenge dapat merusak sel-sel di otak karena kurangnya pasokan oksigen di otak membuat kinerja otak terhenti sehingga mengganggu kemampuan kognitif. Yang lebih berbahaya lagi, kerusakan tersebut akan sulit untuk diperbaiki.
Orang tua dan guru maupun orang dewasa lain yang mendampingi dapat mengarahkan para remaja apabila ingin merasakan sensasi yang sama seperti skip challenge. Remaja dapat melakukan olah raga menyelam. Sensasi yang dirasakan sama ketika kita menahan napas saat di dalam air dan menghembuskan kembali saat ada dipermukaan, rasanya lega dan segar kembali.
Banyak permainan dan kegiatan menantang lainnya yang bisa dilakukan para remaja, tentunya lebih aman, seperti: mengisi teka teki silang, membuat suatu prakarya kreatif dengan menggunakan barang-barang bekas, untuk yang gemar bermain alat musik bisa menciptakan improvisasi dari sebuah lagu atau membuat lagu sendiri, begitu juga bagi yang menyukai hal-hal yang ilmiah dapat melakukan percobaan-percobaan sederhana. Ada banyak hal yang bisa dilakukan para remaja, tentunya hal yang bisa mengembangkan dirinya dan bukan karena kebutuhan ingin diakui keberaniannya dan merasa keren. Rasa percaya diri bisa dapatkan ketika melakukan sesuatu yang berguna baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Itu baru namanya keren…
jhj
Penulis: Ibu Valleria Vidya (Psikolog Lapendik)
[:id]
Usia 13-19 tahun merupakan fase dimana remaja memiliki keingintahuan sangat tinggi sehingga mudah terpengaruh untuk mencoba hal-hal baru, salah satu diantaranya permainan berbahaya skip challenge. Skip challenge telah muncul sejak tahun 2005 di Inggris kemudian karena kecanggihan internet permainan ini menjadi trend dan populer di negara-negara lain hingga sampai ke Indonesia. Dalam permainan skip challenge, seorang anak remaja akan menahan nafas, kemudian dadanya ditekan oleh temannya yang lain hingga remaja tersebut nyaris pingsan atau kejang-kejang. Setelah beberapa saat remaja tersebut akan siuman. Banyak remaja menganggap ini sebagai pengalaman yang menegangkan dan menyenangkan layaknya uji keberanian. Namun yang menjadi masalah, remaja tidak menyadari bahwa proses coba-coba yang dilakukannya ini dapat membahayakan diri mereka.
Nah bagaimana caranya supaya para remaja dapat memfilter hal-hal yang baik untuk dicoba dan hal-hal yang perlu dihindari karena membahayakan?
Semakin dilarang, keingintahuan remaja akan semakin besar. Orang tua dan guru maupun orang dewasa lain perlu mengajak remaja untuk diskusi tentang hal positif dan negatif. Apa saja hal positif dan negatif dari permainan skip challenge?
Permainan skip challenge memberikan sensasi yang berbeda dan melegakan saat remaja yang melakukan skip challenge tersadar. Permainan ini juga memunculkan kepercayaan diri karena merasa cukup berani untuk melakukan tantangan ini. Hal ini membuat remaja tertantang untuk melakukannya kembali dengan intensitas yang lebih besar.
Sayangnya, dampak positif yang dirasakan remaja hanya sesaat, dampak negatif permainan skip challenge ini lebih berbahaya dari yang mungkin dibayangkan oleh para remaja. Melakukan Skip challenge dapat merusak sel-sel di otak karena kurangnya pasokan oksigen di otak membuat kinerja otak terhenti sehingga mengganggu kemampuan kognitif. Yang lebih berbahaya lagi, kerusakan tersebut akan sulit untuk diperbaiki.
Orang tua dan guru maupun orang dewasa lain yang mendampingi dapat mengarahkan para remaja apabila ingin merasakan sensasi yang sama seperti skip challenge. Remaja dapat melakukan olah raga menyelam. Sensasi yang dirasakan sama ketika kita menahan napas saat di dalam air dan menghembuskan kembali saat ada dipermukaan, rasanya lega dan segar kembali.
Banyak permainan dan kegiatan menantang lainnya yang bisa dilakukan para remaja, tentunya lebih aman, seperti: mengisi teka teki silang, membuat suatu prakarya kreatif dengan menggunakan barang-barang bekas, untuk yang gemar bermain alat musik bisa menciptakan improvisasi dari sebuah lagu atau membuat lagu sendiri, begitu juga bagi yang menyukai hal-hal yang ilmiah dapat melakukan percobaan-percobaan sederhana. Ada banyak hal yang bisa dilakukan para remaja, tentunya hal yang bisa mengembangkan dirinya dan bukan karena kebutuhan ingin diakui keberaniannya dan merasa keren. Rasa percaya diri bisa dapatkan ketika melakukan sesuatu yang berguna baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Itu baru namanya keren…
jhj
Penulis: Ibu Valleria Vidya (Psikolog Lapendik)
[:]