Penelitian membuktikan bahwa The Power of “Kepepet” tidak ada. Jadi apa yang sebenarnya terjadi? Dan apa akar kebiasaan buruk ini?

Ya, semua orang pasti pernah menunda. Namun, apabila hal ini sering terjadi artinya orang tersebut adalah prokrastinator atau penunda kronis.

Joseph Ferarri, seorang profesor psikologi dari DePaul University di Chicago mengungkapkan bahwa 20% orang dewasa yang terlibat dalam penelitiannya adalah penunda kronis. Angka tersebut tentu tidak layak untuk diremehkan.

Ferarri mengatakan bahwa persentase tersebut bahkan melebihi kondisi klinis seperti depresi, fobia, serangan panik, dan kecanduan alkohol. Padahal, kebiasaan buruk menunda berimbas pada buruknya kualitas hidup seseorang secara umum.

Kita Menyadari Bahwa Kita Menunda

Fuchia Sirois, profesor psikologi dari University of Sheffield di Inggris, menekankan, kita menyadari bahwa kita menunda dan mengetahui konsekuensi negatif yang harus ditanggung setelahnya. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa kebiasaan menunda atau prokastinasi pada dasarnya tidak masuk akal.

Akar Prokrastinasi

Akar prokastinasi ternyata tidak berkaitan dengan kemalasan dan masalah manajemen waktu. Seseorang menunda mengerjakan tugas bukan karena ia pemalas atau tidak bisa mengatur waktu dengan baik. Rupanya, ada sebab psikologis di balik kebiasaan buruk ini.

Tim Pychyl, profesor psikologi dari Carleton University di Ottawa, mengatakan bahwa prokrastinasi adalah masalah regulasi emosi. Maksudnya adalah bahwa seorang menunda karena tidak bisa mengontrol emosi negatif berkaitan dengan suatu tugas.

Adalah naluri manusia untuk menghindari dari hal yang tidak menyenangkan dan mendekati hal yang sebaliknya. Hal ini telah lama diungkapkan oleh Sigmund Freud, seorang psikolog ternama yang banyak mempelajari tentang alam bahwa sadar manusia.

Menunda, rupanya adalah upaya menghindari suatu tugas yang tidak menyenangkan baik disadari atau tidak. Namun, tindakan penundaannya adalah hal yang pasti kita sadari. Ini juga menjelaskan kenapa kita tidak menunda mengerjakan hal yang kita sukai.

Para ahli yakin bahwa emosi negatif disekitar tugas, seperti kecemasan akan pendapat buruk orang lain, keraguan akan kemampuan diri, bahkan frustrasi, dan dendam mendorong seseorang untuk menunda mengerjakan tugas.

Menunda untuk Melakukan Kegiatan Produktif Lain

Alih-alih segera mengerjakan tugas, ada kalanya kita justru melakukan hal lain seperti membersihkan rumah atau berolahraga. Meski nampaknya kita melakukan kegiatan produktif, kondisi seperti ini tentu tetap termasuk penundaan.

Pada dasarnya kita menipu diri sendiri ketika melakukan kegiatan produktif yang kita jadikan alasan untuk menunda. Merujuk dari Psycholoy Today, kegiatan produktif ini akan meminimalisir perasaan negatif yang timbul karena penundaan itu sendiri.

Dampak pada Kualitas Hidup

Prokrastinasi memiliki dampak yang luas terhadap kualitas hidup seseorang. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.

Menghambat Karir

Ketika menunda, seorang mungkin berharap seandainya tidak perlu mengerjakan tugas tersebut. Hasil kerja pun pada akhirnya menjadi tidak optimal. Orang tersebut menjadi nampak sebagai pemalas dan kurang bertanggung jawab.

Kondisi ini apabila terbawa hingga ke dunia kerja tentu dapat berdampak negatif pada perkembangan karir.

Relasi Sosial

Akan mudah terjadi konflik ketika seorang prokrastinator menjalin relasi dengan bukan prokrastinator. Hal-hal seperti perbedaan nilai, movitasi, dan prioritas dapat memicu perdebatan.

Kerentanan ini berlaku untuk semua jenis relasi sosial; baik itu pertemanan, roman, maupun profesional. Sebagai contoh dalam lingkungan sekolah atau kuliah, jika prokrastinator dan bukan prokastinator ditempatkan dalam satu kelompok kerja, akan mudah terjadi perbebatan tentang waktu untuk mengerjalan tugas kelompok.

Pada akhirnya, prokastinasi tidak hanya membawa konsekuensi negatif bagi prokastinator, tetapi juga orang-orang yang berelasi dengannya.

Masalah Kesehatan

Dilansir dari Psychology Today, prokrastinasi juga dapat berdampak buruk pada kesehatan. Kita mungkin pernah mengalami atau mengenal seseorang yang menunda memeriksakan diri ketika mengalami gejala tertentu justru karena cemas jika kemudian mengetahui dirinya mengidap penyakit tertentu.

Padahal, keterlambatan diagnosa dan penanganan justru akan semakin memperburuk masalah kesehatan.

Tidak yang Namanya The Power of “Kepepet”

Kita merasa seolah bekerja lebih baik ketika berada dalam kondisi terdesak. Bahkan tak jarang, “keajaiban” ini dijadikan alasan untuk menunda. Namun, penelitian membuktikan bahwa kita sama sekali tidak lebih baik pada kondisi tersebut.

Jadi apa yang sebenarnya terjadi? Ketika dalam kondisi terdesak kita mengalami serbuan euforia karena tampaknya berhasil menaklukan rintangan. Perasaan ini mendorong kita untuk kemudian mengulangi hal yang sama.

Penutup

Prokrastinasi adalah masalah regulasi emosi, dimana prokrastinator tidak mampu mengatur emosi negatifnya berkaitan dengan tugas pekerjaan tertentu. Kebiasaan buruk ini tentu membawa imbas negatif pada kualitas hidup secara umum.

Selain itu, sebaiknya kita mulai menghindari menggunakan alasan The Power of “Kepepet” untuk menunda. Kita akan membahas tentang bagaimana menghentikan kebiasaan buruk ini pada artikel selanjutnya.

(SH)

Referensi:

Angela Haupt (2021) Why do we procrastinate, and how can we stop? Expert have answers. The Washington Post, Democracy Dies in Darkness. Published at https://washingtonpost.com.

Charlotte Lieberman (2019) Why You Procrastinate (It Has Nothing to do With Self-Control). The New York Times, Smarter Living. Published at https://nytimes.com.

–. Procrastination. Psychology Today. Published at http://psychologytoday.com.

Baca artikel lainnya…

Ikuti akun instagram kami untuk mendapatkan info-info terkini. Klik disini!