Ilustrasi Konseling Kelompok

Tugas utama guru BK sebagai profesi adalah memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa. Seorang guru BK harus memiliki keterampilan mengajar di kelas dan terutama memberikan konseling kepada siswa. Guru BK harus bekerja sama dengan orangtua dan rekan guru lainnya dalam mendampingi siswa, serta masih harus mengerjakan administrasi yang berhubungan dengan layanan BK. Seluruh aspek tersebut dapat berisiko mengakibatkan stres tersendiri bagi Guru BK dalam menjalankan pekerjaannya. Zastrow (1984) mendefinisikan stres sebagai permintaan, situasi, atau keadaan yang mengganggu keseimbangan individu. Stres dapat berdampak signifikan pada performa kerja Guru BK sendiri. Bahkan bila tidak tertanggulangi akan berdampak buruk bagi kesehatan.

Rankin dalam Shallcross (2011) menyatakan bahwa gejala peringatan bagi konselor yang sudah merasakan stres antara lain; perasaan konselor mudah teriritasi terkait permasalahan klien, kehilangan rasa humor, merasa hanya memiliki sedikit  energi, timbul permasalahan di rumah, merasa tidak aman tinggal di dalam lingkungannya dan bersama dengan orang lain. Pada penjabaran berikut ini, kita akan melihat beberapa aspek yang berpotensi menjadi stresor pada profesi guru BK.

  1. Konseling

Kegiatan konseling memang menuntut investasi emosional yang cukup tinggi. Keterlibatan emosi yang terlalu dalam saat proses konseling dapat membuat Guru BK sebagai konselor mengalami stres yang tidak disadari. Keterlibatan emosi yang dalam biasanya juga dipengaruhi oleh guru BK merasa bertanggung jawab terkait dengan masalah siswa, orangtua atau rekan guru (klien) yang dihadapi. Mungkin beberapa guru BK atau konselor lainnya merasa bahwa ketika pulang dari tempat kerja, guru BK bisa “menyetel” pikirannya untuk tidak memikirkan kasus yang sedang ia tangani. Apakah dalam kenyataannya benar? Misalnya ketika kita sedang menghadapi kasus di mana siswa menyatakan bahwa ia akan melakukan usaha bunuh diri, apakah dapat dengan mudahnya guru BK mengabaikan kasus tersebut setelah meninggalkan tempat kerja? Kenyataannya, adalah tidak mudah bagi guru BK untuk tidak memikirkan kasus klien setelah waktu kerja.

Shallcross (2011) menyebutkan bahwa burnout, vicarious traumatization, dan compassion fatique merupakan istilah yang sering disebut ketika membahas terkait dengan kesejahteraan mental konselor. Oleh karena guru BK juga berperan sebagai konselor maka isitilah ini juga perlu diperhatikan untuk dijadikan refleksi diri apakah mereka sempat mengalami salah satu atau beberapa situasi terkait istilah ini. Bila belum pernah mengalami, informasi ini bisa dijadikan bekal untuk dapat mengantisipasi kemungkinan istilah ini terjadi pada diri guru BK.

  1. Burnout

Kelelahan yang mengakibatkan konselor lambat untuk berempati dengan klien. Kelelahan ini muncul akibat akumulasi stres yang berkaitan dengan pekerjaan, yang mengakibatkan perasaan putus asa dan tidak berdaya. Kondisi ini biasanya juga dipengaruhi oleh lingkungan atau prosedur organisasi tempat konselor tersebut bekerja.

  1. Vicarious Traumatization

Merupakan trauma sekunder yang dialami konselor ketika mendengar atau berempati dengan klien yang ditangani. Gejala trauma ini tidak jauh berbeda dengan gejala Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Sandra Rankin (dalam Shallcross, 2011) menyatakan bahwa trauma ini bisa langsung dialami oleh konselor hanya melalui 1 sesi interaksi saja.

  1. Compassion Fatique

Konselor yang mengalami compassion fatique cenderung sulit untuk berempati, kurang fokus dan lebih mudah menyangkal pengalaman traumatis kliennya. Ia juga akan cenderung mudah untuk mengambil kesimpulan tanpa pertimbangan yang memadai. Kondisi ini disebabkan oleh seringnya konselor terpapar oleh penderitaan yang dialami oleh klien yang kurang ditunjang dengan kemampuan konselor untuk menolong klien dari penderitaan tersebut. Akibatnya, konselor merasa energinya terkuras percuma, cemas, sakit hati pada dirinya sendiri, dan penarikan diri secara emosional.

  1. Situasi & kondisi lingkup kerja Guru BK

Hasil penelitian Lent (2010) yang dilakukan kepada beberapa konselor dalam berbagai bidang (anak, keluarga, kesehatan mental, dan psikiatrik) di Amerika menemukan bahwa faktor organisasi seperti hubungan atasan dan bawahan, pekerjaan administratif, beban kerja, prosedur perusahaan dan birokrasi merupakan stresor yang lebih memberatkan konselor daripada stress disebabkan oleh hubungan konselor dan klien. Stresor tersebut dapat juga dialami oleh Guru BK, di mana mereka juga memiliki pekerjaan administratif dan juga berkenaan dengan rekan guru lainnya dan juga atasan.

Artikel bagian 2 klik disini

Referensi:

Lent, J. (2010). Stressors and stress management of counselors:
Findings from interviews of professional counselors.
Diambil dari http://counselingoutfitters.com/vistas/vistas10/Article_73.pdf

Shalcross, L. (2011). Taking care of yourself as a counselor. Diambil dari https://ct.counseling.org/2011/01/taking-care-of-yourself-as-a-counselor/

Zastrow, C. (1984). Understanding and preventing burn-out. British Journal of Social
Work, 14,
141-15

Penulis: Indra Tanuwijaya (Psikolog BPK PENABUR Jakarta)

Baca artikel psikologi lainnya: