Di tengah pandemi COVID19, meredakan stres tidak perlu selalu diwujudkan dengan jalan-jalan
Sejak awal tahun 2019, ketika virus COVID19 mulai terdeteksi di Indonesia, kita serempak meningkatkan kebiasaan untuk menjaga kebersihan. Dari menjadi lebih rajin mencuci tangan, hingga mencuci semua barang belanjaan. Hingga saat ini, dimana pandemi COVID19 belum usai, kita semua masih bertekun untuk mempertahankan kebiasaan baik ini agar terhindar dari paparan virus COVID19. Namun, ditengah perkembangan masyarakat yang makin sadar akan kebersihan, sudah tahukah kamu bahwa kebiasaan ini juga berdampak baik bagi kesehatan mental?
Kebersihan rumah dan dampaknya bagi kesehatan mental
Mengutip psychologytoday.com, sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2010 dan diterbitkan dalam jurnal ilmiah Personality and Social Psychology Bulletin membuktikan kaitan antara kebersihan dan kerapian dengan kesehatan mental. Studi yang melibatkan 60 subyek ini meminta para subyek untuk mendeskripsikan rumah mereka. Orang-orang yang memberikan gambaran rumah sebagai sesuatu yang “berantakan”, atau bahkan “penuh dengan proyek yang tidak selesai”, memproduksi hormon stres yang lebih tinggi dan lebih mungkin mengalami depresi daripada orang yang menggambarkan rumah dengan kata “tenang untuk beristirahat” dan “restorasi”. Artinya, semakin bersih dan nyaman rumah kita maka semakin baik untuk kesehatan mental.
Di sisi lain, berkaitan dengan pandemi, untuk mencegah pemaparan COVID19, PPKM level 3 mulai diberlakukan di beberapa daerah sejak beberapa pekan lalu. Hal ini menyebabkan sebagian besar dari kita kembali berada di rumah sepanjang waktu. Merujuk kembali pada studi tahun 2010, sedangkan kita mungkin berada di rumah 24 jam sehari sekarang ini, artinya kondisi kebersihan dan kerapian rumah kita sangat menentukan kesehatan mental kita sekarang.
Kita mungkin tidak secara langsung menyadari bahwa rumah yang bersih dan teratur dapat memicu perasaan positif, antara lain: merasa nyaman, terkendali (bahwa semua tertata rapi pada tempatnya dan mudah untuk ditemukan), sehat, dan segar. Dengan kata lain, rumah yang bersih dan teratur menjadi tempat kondusif untuk WFH bagi para orang tua, PJJ bagi anak, dan tentu saja untuk beristirahat.
Sedangkan rumah yang kotor dan berantakan tidak hanya tidak nyaman, tetapi secara tersirat menyatakan diri sebagai daftar tugas yang belum selesai (tugas untuk merapikan dan membersihkan rumah). Selain menjadi bayang-bayang sumber penyakit, daftar tugas inilah yang menjadi pemicu meningkatnya stres. Hal ini berkaitan juga dengan penelitian tahun 2011 di Universitas Princeton. Pemandangan objek yang kacau atau berantakan, tidak relevan dengan tugas, akan mempersulit konsentrasi sehingga tugas tidak dapat selesai dengan efisien. Artinya, rumah yang kotor dan berantakan tidak hanya dapat jadi pemicu, tetapi justru mungkin adalah sumber stres itu sendiri.
Membersihkan rumah: alternatif meredakan stres di tengah kondisi pandemi
Sayangnya, masyarakat saat ini mudah terkecoh pemulihan stres dengan healing yang berwujud pergi jalan-jalan. Dalam Bahasa Indonesia, healing berarti penyembuhan. Berkaitan dengan kesehatan mental, Anastasia Fanny (Psikolog Jenjang TK-SD BPK PENABUR Jakarta) menjelaskan bahwa healing adalah penyembuhan dari luka batin atau emosional, caranya dengan 3 langkah, yaitu: sadari, hadapi, lalu atasi. Proses healing dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pada kondisi tertentu membutuhkan bantuan profesional.
Menggarisbawahi makna healing yang sebenarnya tersebut, maka artinya healing untuk meredakan stres tidak harus berwujud jalan-jalan. Terlebih lagi, mempertimbangkan pandemi COVID19 yang belum juga usai sehingga kita wajib membatasi mobilitas.
Membersihkan dan merapikan rumah nampaknya adalah salah satu alternatif healing yang cukup tepat saat ini. Kegiatan in dapat bermakna sebagai waktu rehat dari paparan sumber stres (misalnya karena banyaknya dealine pekerjaan). Sedangkan hasil kegiatan berupa rumah yang bersih dan teratur akan memicu energi positif agar lebih siap untuk menghadapi dan mengatasi sumber stres.
(SH)
Referensi:
Rapph Ryback (2016) The Poweful Psychology Behind Cleanliness, dimuat di https://psychologytoday.com
Foto oleh RODNAE Productions dari Pexels
Baca artikel lainnya…
- Anak-anak Perlu Mengalami Kegagalan
- Apa Perbedaan Pemalu dan Introvert?
- Ini yang Perlu Orang Tua Lakukan Ketika Terlibat Pertengakaran dengan Anak
- Hal yang Perlu Orang Tua Katakan pada Anak Ketika anak Divaksin
Ikuti akun instagram kami untuk mendapatkan info-info terkini. Klik disini!