Default parent syndrome adalah fenomena sosial yang sebenarnya telah lama berlangsung. Namun, istilah ini menjadi viral di media sosial TikTok beberapa waktu belakangan ini.

Pada cukup banyak konten Tiktok, nampak para ibu berbagi kisah mereka sebagai default parent. Lantas, sebenarnya apa itu default parent syndrome dan bagaimana dampaknya?

Apa itu Default Parent Syndrome?

Default parent syndrome adalah kondisi dimana salah satu orang tua menjadi pihak utama (default) dalam hal pengasuhan anak dan pengurusan rumah tangga (Thornton, 2022). Kondisi ini mengasumsikan kehadiran kedua orang tua. Artinya, salah satu orang tua menjadi pihak yang mengemban banyak tugas. Sedangkan pihak lain menjadi kurang berperan.

Asal usul dari kondisi ini salah satunya adalah pengkondisian dari lingkungan (Eyo, 2022). Yaitu, (1) Kebiasaan turun temurun dimana salah satu orang tua mengerjakan banyak hal; dan (2) iklan di berbagai media yang masih menampilkan hal semacam ini.

Anastasia Fanny, psikolog jenjang TK-SD BPK PENABUR Jakarta, mengatakan bahwa pada masyarakat kita banyak ibu yang berperan sebagai default parent. Modernisasi memang membuat banyak wanita terjun ke dunia kerja fomal maupun non formal. Namun, hal ini seringkali tidak dibarengi dengan pembagian tugas yang lebih merata dengan pasangan atau pihak lain.

Beberapa waktu belakangan media sosial membuat fenomena sosial ini timbul ke permukaan. Bukan tanpa akibat jangka panjang, terdapat beberapa konsekuensi yang berpotensi muncul karena kondisi ini.

Dampak Default Parent Syndrome pada Orang Tua dengan Peran Utama

Berikut beberapa dampak yang dapat dialami oleh orang tua yang mengemban peran utama dalam hal pengasuhan anak dan pengurusan rumah tangga.

1. Mengalami Kelelahan Kronis

Hal utama dan sangat mungkin dialami oleh default parent adalah kejenuhan dan kelelahan kronis. Menjadi orang utama yang bertanggung jawab atas semua tugas tentu sangat melelahkan. Hal ini dapat memicu burn out.

Orang tua utama mungkin bertanggung jawab untuk mencari nafkah, menyiapkan semua keperluan sekolah anak, mendampingi anak-anak belajar di rumah, sekaligus juga membereskan rumah. Tak menutup kemungkinan masih ada tugas-tugas tambahan misalnya dari komunitas setempat atau gereja.

Kelelahan kronis atau burn out kemudian berdampak pada menurunnya kesehatan fisik dan kosentrasi. Hingga, pada akhirnya akan menggerogoti kesejahteraan psikologis (Thornton, 2022).

2. Menurunnya Kualitas Relasi

Berikutnya, dampak default parent syndrome adalah menurunnya kualitas relasi baik dengan pasangan maupun anak. Kelelahan kronis yang dialami oleh orang tua dengan peran utama adalah penyebabnya.

Kondisi lelah dapat membuat seseorang mengalami emosi yang kurang stabil. Selain itu, orang tua utama juga lebih fokus pada selesainya setiap tugas. Hal ini membuatnya abai pada kebutuhan emosional keluarga maupun dirinya sendiri.

Dampak Default Parent Syndrome pada Orang Tua tanpa Peran Utama

Orang tua tanpa peran utama juga menerima dampak dari fenomena ini. Bagi mereka, dampak default parent syndrome adalah sebagai berikut:

1. Tidak Memiliki Ketrampilan yang Memadai

Orang tua dengan peran yang minimal dalam hal pengasuhan anak dan pengurusan rumah pada dasarnya mengalami kerugian. Yaitu, tidak terbentuknya atau menurunnya keterampilan untuk tugas-tugas yang tidak dilakukan tersebut.

Hal ini tentu akan menjadi masalah besar ketika orang tua dengan peran utama absen atau mulai berniat berbagi tugas. Eyo (2022) mengatakan bahwa dibutuhkan pembiasaan untuk kembali melakukannya meski dengan tidak sempurna.

2. Kehilangan Kesempatan untuk Membangun Ikatan Emosional

Minimnya peran membuat orang tua tanpa peran utama kehilangan kesempatan untuk membangun ikatan emosional dengan anak maupun pasangan.

Anak akan selalu mengandalkan orang tua utama untuk mendapatkan semua yang dibutuhkannya. Bahkan, skenario terburuknya, ketika ibu adalah orang tua utama, anak tidak mengerti apa sebenarnya peran ayah.

Demikian juga dengan relasi dengan pasangan. Pasangan yang berperan sebagai orang tua utama akan terlalu sibuk dengan berbagai tugas. Hal ini dapat berakibat pada renggangnya ikatan emosional diantara pasangan.

Dampak Default Parent Syndrome pada Anak

Sedangkan bagi anak, dampak default parent syndrome adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan Emosional yang Tidak Terpenuhi

Seperti telah disebutkan sebelumnya, orang tua dengan peran utama terlalu sibuk dengan berbagai tugas. Meski mungkin dapat memenuhi kebutuhan materi seperti keperluan sekolah, pakaian, dan makanan; anak dapat merasakan ketidakhadiran orang tuanya secara emosional.

Orang tua utama adalah orang yang mungkin memang selalu ada di sekitar anak. Namun, pikirannya terus fokus pada daftar tugas.

Sedangkan orang tua yang lain kemungkinan kurang memiliki keterampilan untuk memenuhi kebutuhan anak. Hal ini membuatnya cukup sulit untuk ‘dekat’ dengan anak. Akibatnya, kebutuhan emosional anak menjadi tidak terpenuhi.

2. Kemungkinan Mewarisi Pola Asuh yang Sama

Tidak berimbangnya peran orang tua dalam hal pengasuhan anak dan pengurusan rumah tangga menjadi contoh bagi anak. Ketika dewasa, anak minim informasi untuk menjadi rujukan pembagian tugas rumah tangga diantara para orang tua.

Kondisi ini memicu anak untuk mengulang pola yang sama di kemudian hari. Artinya, dampak buruk yang sama juga akan terulang kembali.

Pesan dari Psikolog

Default Parent Syndrome adalah kondisi yang dapat diperbaiki dan sekaligus juga dicegah. Anastasia Fanny, menekankan pentingnya keterbukaan diantara pasangan untuk mencegah atau menyudahi situasi keluarga yang demikian.

Keterbukaan dari pihak yang utama kepada yang lain adalah hal penting untuk memulai pembagian tugas yang lebih merata. Hal ini juga membutuhkan persetujuan dari pihak bukan utama untuk dapat lebih terlibat dalam pengasuhan anak maupun tugas-tugas domestik rumah tangga.

Selain itu, Anastasia Fanny juga menyarankan adanya me time bagi orang tua yang mulai merasakan burn out. Perasaan bersalah karena sejenak meninggalkan tugas sehari-hari juga perlu dihilangkan.

Orang tua dapat menerapkan kedua hal ini untuk keluar dari situasi ini mencegah dampak default parent syndrome yang tidak diharapkan.

(SH)

Referensi:

Eyo, Veronica Dr. (2022) Exhausted Form Being the Default Parent? Here are 7 Ways to Stop the Circle. http://workingmomkind.com accessed on Nov 15, 2022.

Thornton, Amber Psy.D (2022) The Default Parent Syndrome: More Than Just a TikTok Trend. http://psychologytoday.com accessed on Nov 15, 2022.

Baca artikel lainnya…

Ikuti akun instagram kami untuk mendapatkan info-info terkini. Klik disini!