Selama libur lebaran, tiket bioskop untuk Film Horor KKN di Desa Penari dan Kuntilanak ludes diburu
Banyak dari kita mungkin adalah penggemar berat film horor. Rentetan adegan dalam film bisa membuat kita terkejut, berteriak histeris, atau justru diam membeku. Meski nampaknya memicu berbagai emosi negatif, mengapa kita justru menyukainya?
1. Ada ketegangan sekaligus euforia
Banyak adegan di film horor yang menampilkan ketenangan dan kesunyian sebelum kejadian mencekam yang tiba-tiba. Kita berada dalam kondisi tegang selama menantikan hal yang mengejutkan tersebut.
Ketegangan ini memicu respon fisiologis dimana adrenalin diproduksi bersama dengan endorfin dan dopamin yang memiliki efek euforia. Inilah sebabnya kita dibuat takut dan tegang oleh film horor namun juga bersenang-senang di saat yang bersamaan.
2. Keyakinan bahwa kita aman
Kita menyadari bahwa kita berada di bioskop atau rumah. Serta bahwa yang terjadi dalam film adalah cerita fiksi yang tidak nyata. Kedua hal ini menimbulkan rasa aman yang pasti meskipun kita sedang menyaksikan adegan berbahaya sekalipun.
Selain itu, otak kita juga melakukan kolerasi untuk menarik kesimpulan bahwa hal-hal mengerikan dalam film tidak akan kita alami. Misalnya, kejadian mistis di film KKN di Desa Penari tidak akan kita alami karena lokasinya sangat jauh dari tempat kita berada sekarang.
3. Efek pembiasaan
Dalam ilmu Psikologi, kita mengenal pembiasaan dalam proses belajar. Hal ini berarti bahwa stimulus yang berulang akan menurunkan kekuatan respon. Dengan kata lain, makin sering kita terpapar film horor, reaksi ketakutan akan kengerian kita akan berkurang.
Inilah sebabnya kita justru menuntut agar film horor dibuat makin menakutkan dari waktu ke waktu. Karena, adegan menakutkan yang diulang-ulang akan hilang kengeriannya.
4. Sarana katarsis
Sigmund Freud, salah satu psikolog besar berteori tentang katarsis. Katarsis adalah saat dimana kita kita melepaskan emosi yang tertahan. Metode ini ia gunakan juga dalam terapi psikoanalis yang ia kembangkan.
Mengekspresikan emosi negatif dengan berteriak ketika menonton film horor rupanya serupa dengan katarsis. Fredrick L. Coolidge, seorang profesor dari University of Colorado, mengatakan bahwa ketika menonton film horor kita dengan sukarela membiarkan emosi yang tertekan untuk lepas karena menyadari bahwa saat itu aman untuk memunculkan reaksi seperti berteriak.
5. Justru melatih coping
Merasakan tegang sekaligus euforia dan menyaksikan bagaimana para tokoh film mengalami hal ngeri rupanya adalah latihan coping bagi penonton.
Kita berlatih untuk berada diantara dua perasaan yang bertolak belakang dan tetap memegang kendali secara sadar. Melalui adegan-adegan penyelamatan yang dilakoni para tokoh memberi kita gambaran tentang strategi menyelamatkan diri dalam kondisi bahaya.
Berkaitan dengan hal ini, Coltan Scrivner, seorang kandidat PhD dari University of Chicago mengatakan bahwa para penikmat film horor lebih tangguh dan tidak terlalu tertekan secara psikologis dalam menghadapi pandemi COVID19.
6. Menjadi lebih percaya diri
Merasakan ketegangan sepanjang film membuat kita menjadi pribadi yang lebih percaya diri ketika berhasil menyelesaikannya.
Ketegangan serupa dengan tantangan yang membombardir kita. Selama menonton pilihan untuk melanjutkan atau berhenti dan keluar dari studio bioskop ada di tangan kita. Keberhasilan untuk menyelesaikan film horor menciptakaan rasa penguasaan akan situasi sulit. Ini membuat kita menjadi pribadi lebih percaya diri.
Sekarang tentu jadi masuk akal kenapa kita justru menikmati film horor. Film horor apalagi yang sudah ada dalam watch list mu tahun ini?
(SH)
Referensi
Dr. Christian Jarett. Why do some people love horror films? Dimuat dalam https://sciencefocus.com
Frederick. L. Coolldge Ph.D (2021) Why We Enjoy Horror Films. Dimuat dalam https://psychologytoday.com
Pattie Greco (2020) Why Do Some Many People Like Horror Movies? Six Reasons We Love Being Scared. Dimuat dalam https://health.com
Baca artikel lainnya…
- Ketika Orang Dewasa Mengejek Anak Tanpa Sadar
- Kenapa Kita Suka Membeli Barang yang Sebenarnya tidak Kita Butuhkan
- Flexing VS Humblebragging: 2 Jeni Perilaku Suka Pamer di Media Sosial
- Fenomena Anonimintas di Media Sosial Daring
Ikuti akun instagram kami untuk mendapatkan info-info terkini. Klik disini!